"Memang agak aneh dan tidak begitu lazim, penjelasan membatasi norma dalam suatu perundang-undangan," ujarnya dalam keterangannya, Kamis (18/1/2024).
Bamsoet mengaku sepakat dengan Yusril Ihza Mahendra yang menilai keputusan MK tidak menjawab pokok perkara yang diajukan. Dalam hal ini menyangkut kepastian hukum tata negara, manakala terjadi keadaan darurat yang tidak bisa diselesaikan secara biasa.
"Bagaimana seandainya dalam keadaan tertentu muncul keadaan kedaruratan yang luar biasa, yang berpotensi mengancam keutuhan bangsa dan negara, sementara UUD belum merumuskan dengan jelas untuk mengatasi keadaan itu," terangnya.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini memberikan contoh apabila menjelang Pemilu terjadi force majeure yang di luar dugaan bersama. Misalnya saja bencana alam, dispute politik atau pandemi yang tidak segera dapat diatasi, sehingga pemilu tidak dapat diselesaikan tepat waktu.
"Landasan apa yang akan dipakai untuk mengisi jabatan-jabatan yang dihasilkan pemilu yang akan habis dan kedaluwarsa I 1 Oktober untuk legislatif dan 20 Oktober untuk Presiden/wakil presiden?" tuturnya.
Ketua DPR RI ke-20 ini menegaskan persoalan seperti ini belum ada jalan keluar konstitusionalnya. Dia memandang UUD 1945 idealnya mampu menawarkan jalan keluar secara konstitusional, menyediakan sebuah 'pintu darurat' untuk mengatasi kebuntuan ketatanegaraan atau 'constitutional deadlock' tersebut.
Mengingat putusan MK itu adalah final dan mengikat, lanjut Bamsoet, maka perlu dipikirkan jalan keluar agar negara segera memiliki protokol kedaruratan. Hal sebagai langkah antisipasi dalam menghadapi force majeure, sekaligus mencegah terjadinya negara dalam keadaan chaos karena kevakuman kekuasaan.
"Sebagai Ketua MPR tugas saya adalah mengingatkan kepada bangsa negara. Kendati dalam keadaan tertentu dapat diatasi oleh presiden dan wakil presiden dengan menyatakan negara dalam keadaan bahaya. Sebagaimana diatur dalam pasal 12 Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Namun, bagaimana tentang perpanjangan atau pengisian jabatan-jabatan presiden, wakil presiden dan anggota legislatif yang otomatis harus berakhir tepat waktu 5 tahun sebagaimana diatur dalam UUD 1945?" ujar Bamsoet.
Bamsoet pun mengungkapkan satu-satunya jalan untuk menyelamatkan bangsa yaitu dengan merevisi UU No.12 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Khususnya penghapusan penjelasan pasal 7 ayat (1) b yang membatasi norma atas keberlakuan TAP MPR dalam hierarki perundang-undangan yang kedudukannya berada di bawah UUD 1945 di atas undang-undang.
(ncm/ega)